[Sinopsis Film] Postman to Heaven Part 1

Sebuah bus berjalan dengan kecepatan sedang, di dalam bus tersebut terdapat satu orang penumpang laki-laki itu bernama Shin Jae Jun, seorang hantu tukang pos yang bertugas mengantarkan surat ke surga. Dia duduk termenung teringat suatu surat yang berbunyi,”Ibu…apakah kau baik-baik saja ? Di sana tidak ada masalah, kan? Ibu sudah pergi selama 7 tahun. Sampai saat ini, aku masih belum bisa pecaya kalau ibu sudah tiada. Ternyata sudah lama sekali. Oh iya, aku sudah menikah”.

Shi Jae Jun sampai di tengah padang rumput. Di sana berdiri sebuah kotak surat, ia pun menghampiri dan membuka isi kotak surat itu seraya mengingat isi surat tadi. “Dan memiliki seorang anak. Aku sangat ingin menunjukkannya pada ibu. Ibu..walaupun usiaku sudah bertambah, tapi aku masih merasa belum dewasa. Walaupun aku sudah menikah. Setelah anakku lahir-pun. Rasanya, aku masih bermain bersama mainan-mainanku. Karena bagi ibuku, aku selalu menjadi anaknya yang kecil. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Ibu, hari ini melalui beranda aku melihat ke bawah, dan melambaikan tangan pada putriku yang musim semi ini berusia 1 tahun. Dia mengenakan tas sekolah berwarna kuning . Tiba-tiba aku merasa ingin sekali berbicara dengan ibu”.


Shin Jae Jun mengeluarkan surat-surat yang terdapat di dalam kotak surat, lalu ia mengambil salah satu surat dan membacanya sebuah surat yang tertempel gambar buah chery. Shin Jae Jun membaca surat itu seraya merebahkan tubuhnya ke rerumputan.
“Ibu…bagaimana kabarmu? Bagaimana keadaan di sana? Di sana….Di sana….Di surga. Surga”guman Shin Jae Jun menirukan bunyi surat tadi seraya menunjuk ke arah langit.

Pengantar Surat ke Surga

Seorang gadis muda berjalan ke tengah padang rumput dan mendekati sebuah kotak surat. Ia pun mengeluarkan sebuah surat dan memasukkannya ke dalam kotak surat tersebut. Gadis itu bernama Cho Ha Na. Lalu ia meminum ai mineral di botol yang ia bawa. Ia terus menenggak air dibotolnya yang ternyata sudah habis.


Tiba-tiba datang Shin Jae Jun dan menawarkan sisa air mineral yang ada dibotolnya. Cho Ha Na pun memperhatikan Shin Jae Jun.
“Siapa kau?”tanya Cho Ha Na.
“Ini”ucap Shi Jae Jun seraya menyerahkan botol minumnya.
“Terima kasih”ucap Cho Ha Na seraya mengambil botol yang diulurkan Shi Jae Jun. Cho Ha Na pun menghabiskan sisa air di botol itu. “Ahhhh”desah Cho Ha Na senang karena akhirnya ia tidak haus lagi.

Shi Jae Jun pun hanya bisa menghela napas melihat airnya dihabiskan Cho Ha Na. “Berbahaya menerima air dari orang asing”seru Shi Jae Jun seraya menyerahkan botol air yang telah kosong pada Cho Ha Na lalu mendekat ke arah kotak surat.
“Memangnya kau berbahaya?”tanya Cho Ha Na.
“Yang aku maksud bukan aku”jawab Shin Jae Jun.
“Kau ini siapa?”tanya Cho Ha Na lagi.
“Tukang Pos Surga”jawab Shin Jae Jun.
“Hah?”kata Cho Ha Na tak percaya.
“Seorang tukang pos yang bertugas mengantarkan surat ke Surga”jelas Shi Jae Jun.
“Ahhh…sepeti yang ada di cerita dongeng?”tanya Cho Ha Na seraya tertawa.

“Ini bukan dongeng…. Tugasku mengirimkan suratmu ke Surga”jawab Shi Jae Jun lalu ia membuka kotak surat dan mengeluarkan isinya dan memasukkannya ke dalam tasnya. Cho Ha Na pun melihat Shin Jae Jun setengah tak percaya.
“Maaf. Tunggu sebentar. Apa yang sedang kau lakukan?”tanya Cho Ha Na seraya memeriksa kotak surat . Namun Shin Jae Jun diam saja.
“Apa yang kau lakukan?”tanya Cho Ha Na lagi.
“Itu”jawab Shin Jae Jun seraya menunjuk jam di kotak surat.
“Apa?”tanya Cho Ha Na.
“Lihat watunya di sebelah sana”jelas Shin Jae Jun.

Cho Ha Na pun melihat tempat yang ditunjukkan Shin Jae Jun, dikotak itu tertulis angka 17 lalu ia melihat ke arah jam tangannya dan Cho Ha Na pun menyadari sesuatu.
“Aku tahu! Tukang Pos Surga!”serunya seraya memperhatikan Shin Jae Jun.
“Dari tadi kan sudah aku bilang”ujar Shin Jae Jun seraya melangkah pergi.

“Tunggu”tahan Cho Ha Na.
“Belakangan ini di internet ada berita tentang seorang tukang pos tampan yang datang. Dan bilang bahwa ia mengantarkan surat dari Surga….”jelas Cho Ha Na. Lalu Cho Ha Na memperhatikan Shin Jae Jun dengan seksama.
“Oh, kau punya kaki. Rupanya, kau bukan hantu ya?”tanya Cho Ha Na.
“Aku malaikat”jawab Shin Jae Jun. Cho Ha Na pun menahan tawa karena tak percaya ucapan Shin Jae Jun. Ia pun tak dapat menahan tawanya.
“Hei! Berhentilah mengolok-olokku!”pinta Shin Jae Jun.
“Kalau begitu terbanglah”jawab Cho Ha Na.
“Dari sini ke sana”tunjuk Cho Ha Na untuk membuktikan ucapan Shin Jae Jun.
“Sekaranng?”tanya Shin Jae Jun.
“Sekarang”jawab Cho Ha Na.

“Baiklah. Kau tutup dulu matamu”ujar Shin Jae Jun.
“Baik”ucap Cho Ha Na yang diiringi anggukan.
“Tutup sekarang”pinta Shin Jae Jun.
“Sudah ku tutup”ucap Cho Ha Na lalu mulai menutup matanya.
“Jangan mengintip. Saat hitungan ke tiga, buka matamu”ujar Shin Jae Jun.
Cho Ha Na pun mengangguk. Shin Jae Jun mulai menghitung dan melangkah, “satu…dua…tiga”hitung Shin Jae Jun lalu berlari secepatnya.

Cho Ha Na yang menyadari ada yang tidak beres segera menengok dan dilihatnya Shin Jae Jun berlari.
“Hei! Hei! Berhenti, Hei!”panggil Cho Ha Na seraya mengejar Shin Jae Jun.
Shin Jae Jun terjatuh, Cho Ha Na pun berhasil mengejarnya.

Shin Jae Jun dan Cho Ha Na duduk di sebuah kedai.
“Banyak surat yang datang. Surat dari orang tua untuk anaknya. Suami yang ditinggalkan istrinya. Surat untuk temannya yang sudah meninggal. Ibu yang kehilangan putrinya. Atau seseorang yang kehilangan kekasihnya. Mereka yakin kalau surga itu memang benar-benar ada”jelas Shin Jae Jun. Cho Ha Na pun mendengarkan dengan seksama sambil mencoret-coret selembar kertas dengan pensilnya.

“Tapi ada 1 surat yang jahat. Jika orang itu normal, dia tidak mungkin membuat surat seperti itu”seru Shin Jae Jun. Cho Ha Na pun mendengarkan cerita itu tanpa berkedip.
“Jahat sekali kau, mengapa kau pergi meninggalkan aku. Orang sepertimu memang pantas mati”ujar Shin Jae Jung menirukan bunyi surat itu. Cho Ha Na seperti ingat bunyi surat itu yang tak lain surat yang ditulisnya.
“Dia menulis semua itu semua umpatannya ditujukan ke Surga. Menurutmu apa yang harus aku lakukan padanya?”tanya Shin Jae Jun.

Cho Ha Na tertawa lalu berkata, “orang itu pasti berpikiran sempit” , lalu ia meminum kopinya.
“Kau yang mengirim surat itu”seru Shin Jae Jun.
“Siapa bilang?”tanya Cho Ha Na seraya tertawa tak percaya.
“Hari ini kau menggunakan amplop yang sama, amplop bergambar buah ceri merah”jelas Shin Jae Jun.
Cho Ha Na pun berhenti mencoret-coret lembaran kertasnya.
“Karena pikiranmu yang sempit dan kasar itu lah. Aku, seorang hantu, harus turun ke sini untuk membahas tentang surat itu”keluh Shin Jae Jun.
“Apa menurutmu aku separah itu, sampai harus ada hantu yang menegurku?”hardik Cho Ha Na tak mau disalahkan.
“Sejujurnya saja, aku sebenarnya ingin menaruh bom di surat itu. Aku ingin mengirim bom ke surga! Jadi saat dia membuka surat itu. Duarrrr! Dia akan tercabik-cabik”keluh Cho Ha Na. (Waduh surga di bom pegimana tuh wkwkwk).
“Tapi dia sudah meninggal”ucap Shin Jae Jun. Cho Ha Na pun terdiam.

Lalu tiba-tiba datang pelayan yang menambahkan kopi. Cho Ha Na pun menahan pelayan itu saat ia akan pergi. “Dia, segelas kopi….apakah bisa mengambang di udara?”tanya Cho Ha Na pada pelayan.
“Maaf?”ucap pelayan.
“Apakah menurutmu, aku ini gila bebicara seorang diri dan memesan dua gelas kopi?”jelas Cho Ha Na.
“Maaf?”ulang pelayan.
“Apa di situ. Apa di situ ada orang?”tanya Cho Ha Na seraya menunjuk ke arah Shin Jae Jun.
“Iya, tentu saja!”jawab pelayan.
“Benarkah?”tanya Cho Ha Na yang masih tak percaya.
“Iya!”jawab pelayan.

Cho Ha Na melihat kea rah Shin Jae Jun dengan sinis lalu mendekat ke arah pelayan dan berbisik,” Orang ini, dia mengaku kalau dirinya itu adalah hantu atau malaikat. Menurutmu apa yang harus aku lakukan?”tanya Cho Ha Na.
“Dia pasti sudah gila! Sudah,tinggalkan saja dia”jawab pelayan. Cho Ha Na pun mengangguk lalu pelayan pamit pergi. Cho Ha Na pun tertawa sampai hampir menangis.
“Kau tahu, aku dengar semua itu”ucap Shin Jae Jun.

“Lalu,kau ini apa?”tanya Cho Ha Na. “Aah! Aku tahu! Kau sengaja ingin membuat orang percaya kalau kau ini tukang pos surga. Kau berjalan-jalan di seputar kotak surat itu, bukan?”lanjut Cho Ha Na.
“Tidak ini adalah pekerjaan paruh waktuku”jawab Shin Jae Jun.
“Pekerjaan paruh waktu?”tanya Cho Ha Na.
“Sebagai contoh, mengirim surat ke surga”jawab Shin Jae Jun.

“Apa kau benar-benar gila?”tanya Cho Ha Na yang masih tak percaya lalu menutup matanya dengan kedua telapak tangannya.
“Tidak. Aku hanya membantu orang yang merasa kehilangan kekasihnya, menurutmu”tanya Shin Jae Jun.
“Bagaimana caranya? Coba lebih baik kau jelaskan”pinta Cho Ha Na .

“Sudah tidak boleh lagi, karena ini adalah rahasia”ucap Shin Jae Jun setengah berbisik. Cho Ha Na pun menghempaskan kepala ke meja.
“Kecuali kau ingin membantuku, aku akan coba memberitahumu”ucap Shin Jae Jun.
“Apa?”tanya Cho Ha Na.

“Kalau kau bisa, ayo kita lakukan bersama-sama. Aku akan memberimu gaji $20 per jam”jawab Shin Jae Jun.
“$20?”tanya Cho Ha Na.
“Iya”jawab Shin Jae Jun. Cho Ha Na pun tertawa lalu menjawab, “Tidak”.

Cho Ha Na berkeliling pertokoan menggunakan sepedanya.

Lalu tiba-tiba berhenti mendadak saat melihat sebuah papan pengumuman pekerjaan. Ia pun senang melihat pengumuman,”Pabrik Kesenian Alibi. Dibutuhkan karyawan berkemampuan tinggi”. Cho Ha Na pun melepas kertas pengumuman itu lalu meremasnya dan memasukkannya ke saku bajunya.

Lalu ia mengintip ke rumah yang memasang pengumuman itu, dari dalam rumah keluar seorang bapak-bapak, tiba-tiba ada kerupuk jatuh, bapak-bapak itu pun memakannya dan melangkah ke dalam. Namun langkahnya terhenti saat Cho Ha Na berseru,”permisi”.
“Sebenarnya ini pabrik apa?”tanya Cho Ha Na. Bapak-bapak itu bukannya menjawab tapi mengajak Cho Ha Na masuk ke dalam rumahnya.
“Lihat ini? Aku membuat ini. Aku sudah membuat benda-benda ini selama 7 tahun. Aku adalah penjual barang-barang ini”jelas bapak-bapak seraya menunjukkan barang-barang yang diproduksinya. Cho Ha Na pun tetarik pada sebuah tv lalu ia melihat lebih dekat.
Bapak-bapak itu menunjukkan harga-harga suara pada Cho Ha Na, ada suara Porno $18, suara Bar $30, suara pasar $7, dll. Cho Ha Na pun duduk di sebuah kursi namun ia terlonjak kaget hingga berdiri saat kursi itu berbunyi.

“Itu suara porno dan ini suara bar”seru bapak pemilik rumah itu seraya menyetel sebuah tape.
“Kau bisa menggunakan suara-suara ini saat kau menelepon, seperti saat kau ingin membohongi pacarmu. Kecurangan, itulah kata yang tempat ini hasilkan”jelas pemilik rumah. Cho Ha Na pun mengangguk.
“Curang”ucap pemilik rumah seraya mempraktekkan sebuah pianika yang menghasilkan sebuah suara aneh. Cho Ha Na mencoba sebuah kacamata yang ada di depannya.
“Kira-kira berapa gaji kalau menjadi karyawan di sini?”tanya Cho Ha Na.
Dan ternyata pemilik rumah itu salah tanggap, Cho Ha Na dikiranya pelanggan, ia pun menghentikan suara pianikanya dan duduk dikursinya dengan kesal.
“Jadi kau bukan pelanggan?”tanya pemilik rumah.

Seperti biasa di tengan padang rumput yang berdiri kotak surat, Shin Jae Jun mengambil surat-surat yang berada dalam kotak. Tiba-tiba Cho Ha Na datang mengagetkannya.
“Apa? Apa kau datang untuk mengirim surat iblis itu lagi”tanya Shin Jae Jun.
“Bukan, aku sudah tidak mengirimnya lagi. Lagipula percuma. Kau hanya akan membuangnya ke tempat sampah”jawab Cho Ha Na.
“Lalu apa?”tanya Shin Jae Jun yang masih sibuk mengeluarkan surat-surat dari kotaknya. Cho Ha Na mengambil sebuah boneka badut.

“Kau sudah memutuskan ingin bekerja denganku?”selidik Shin Jae Jun.
“Tidak mau…”jawab Cho Ha Na seraya tertawa.
“Aku datang untuk menyuapmu, $5,000? Bagaimana kalau begitu?”tanya Cho Ha Na.
“Aku tidak bisa memaafkanmu…. Aku benar-benar tidak bisa memaafkanmu. Kau bilang kau suka padaku. Apa itu bohong? Saat aku mendekati wajahmu. Kau bilang padaku, kau sangat menyukaiku. Kau bilang kau rela jika dilempar ke lubang hitam”seru Shin Jae Jun.


Cho Ha Na yang asyik memainkan boneka badutnya pun menoleh sinis ke arah Shin Jae Jun.
“Jadi, semua itu bohong?”tanya Shin Jae Jung.
“Kau sedang menulis puisi apa ya… kau sedang membuat lirik lagu ya?” tanya Cho Ha Na
“Kau sudah lupa, apa yang kau tulis di surat itu?”Shin Jae Jung balik bertanya.
“Oh, dasar!Tidak lucu!”seru Cho Ha Na.
“Karena kau telah membentakku, aku akan menuntutmu di internet”hardik Shin Jae Jun.
“Tidak”teriak Cho Ha Na. Shin Jae Jun pun terdiam.
“Kenapa pria ini licik sekali”gerutu Cho Ha Na.
“Apanya yang licik?”tanya Shin Jae Jung.

Lalu sebuah surat jatuh, namun Shin Jae Jung malah menemukan sekotak bekal makanan.
“Apa?”tanya Cho Ha Na.
“Ini kotak makan siang. Sushi dan telur gulung untuk kekasihnya”jawab Shin Jae Jun.

Lalu ia membuka surat yang terselip dikotak bekal itu.
“Seorang ibu yang kehilangan putrinya yang berusia 5 tahun, Dong-ju. Beliau membuatkan ini untuk anaknya”jelas Shin Jae Jung.
“Saat kau meninggal ibu bau belajar memasak, kau meninggal telalu cepat, jadi kau belum bisa merasakan enaknya masakan ibu, apakah telur gulung buatan ibu lebih enak dai telur gulung yang dulu?”Shin Jae Jun membacakan isi surat itu. Cho Ha Na pun mendengarkannya seraya memeluk boneka badut.
“Sekarang ibu sudah bisa membuat kimbap tanpa gosong lagi”lanjut Shin jae Jun. Cho Ha Na pun menangis namun ia menahannya.

“Kau menangis ya?”tanya Shin Jae Jun. Cho Ha Na tidak menjawab ia hanya memalingan mukanya.
“Ternyata iya. Tapi aku ini hanya tukang pos surga bukan jasa pengantar surga”ujar Shin Jae Jun. Lalu ia membuka kotak bekal makan siang itu.
“Apa kau ingin memakannya?”tanya Cho Ha Na.
“Kalau disia-siakan sayang kan? Nanti busuk. Aku akan merasa bersalah”jawab Shin Jae Jun.

Cho Ha Na memperhatikan bekal itu dengan penuh perasaan.“Mau coba?”tawar Shin Jae Jun.
“Iya, aku mau coba”jawab Cho Ha Na. Shin Jae Jun pun menyuapkan sepotong telur dadar gulung pada Cho Ha Na, Cho Ha Na memakannya dengan hati-hati.

“Enak tidak?”tanya Shin Jae Jung. Cho Ha Na mengangguk.
“Tidak keasinan?tanya Shin Jae Jun lagi. Cho Ha pun hanya menganggukkan kepalanya lagi seraya menahan tangisnya.
“Benarkah? Dong-ju ah”teriak Shin Jae Jun. Refleks Cho Ha Na pun kaget .
“Apa yang kau lakukan tiba-tiba?”tanya Cho Ha Na.

“Dong-ju ah, telur gulung buatan ibumu sangat enak!”teriak Shin Jae Jun lagi. Cho Ha Na pun menangis terisak.
Shin Jae Jun menaruh setangkai bunga di atas kotak bekal makan untuk Dong-ju.
“Apa yang kau lakukan?”tanya Cho Ha Na.
“Ini balasan dari Dong-ju untuk memberitahu ibunya kalau dia sudah makan”jawab Shin Jae Jun.
“Tapi ini namanya bohong”ucap Cho Ha Na.

“Memang iya, tapi tidak sepenuhnya bohong . Jika dia masih hidup, dia juga pasti akan melakukan ini”jawab Shin Jae Jun diplomatis. Cho Ha Na pun merapikan rangkai bunga yang ada di atas kotak bekal makanan Dong-ju.
“Kau mau menerima pekerjaan ini?”tanya Shin Jae Jun. Cho Ha Na terdiam sesaat berpikir sebentar lalu ia berkata,”aku boleh bertanya sesuatu?”.
“Iya”jawab Shin Jae Jun seraya mengangguk.
“Apa benar gajinya $20 per jam?”tanya Cho Ha Na. Shi Jae Jun berpikir sejenak lalu ia menjawab,”iya”.

Cho Ha Na pun tersenyum lalu ia berdiri dan memperkenalkan diri,”Namaku Cho Ha Na. Senang bertemu denganmu”.
“Aku Shin Jae Jun. Senang bertemu denganmu”balas Shin Jae Jun.

Di sebuah rumah hiduplah seorang kakek tua dan putranya yang telah ditinggalkan istrinya yang meninggal . Kakek tua itu bernama Choi Geun Bae.
“Ayah, apa ayah sudah memakan obatnya?”tanya menantu kakek Choi Geun Bae.
“Ayah akan memakannya sekarang”jawab ayahnya seraya menyiapkan obatnya.
Namun tiba-tiba anaknya tadi membersihkan ruangan dengan vacuum cleaner.

“Ayah, bisa minggir sebentar?”tanya menantu kakek Choi. Kakek Choi pun batal minum obatnya, ia berdiri dari duduknya dan bersiap berpindah tempat namun selalu berbarengan dengan menantunya yang membersihkan ruangan itu. Akhirnya kakek Choi pun duduk berputar 90derajat dari tempat awalnya namunmenantunya membersihkan tempat itu juga, kakek Choi pun berpindah kembali.
“Ayah, bukan ke sana”ujar ,menantu kakek Choi. Lalu ia duduk di sebelah ayahnya.
“Aku tahu ini akan terdengar aneh, tapi sudah 3 bulan ibu meninggal”tegur menantu kakek Choi.
“Iya”jawab kakek Choi datar.
“Ayah sangat mengkhawatirkan, jika terus bersedih”ucap menantu kakek Choi. Kakek Choi pun hanya mengangguk. Tiba-tiba menantu kakek Choi teringat sesuatu.
“Oh iya! Tolong hari ini jangan terlambat. Suamiku hari ini datang, mari ita makan malam bersama”pinta menantu kakek Choi.
“Baiklah”jawab kakek Choi.
“Dia sangat mengkhawatirkan ayah, karena ayah kelihatan begitu tertekan”ujar menantu kakek Choi.
“Sebenarnya dia sangat memperhatikan ayah kandungnya yang berusia 80 tahun. Ayah keluar sebentar untuk bermain catur, nanti ayah akan pulang saat makan malam”ujar kakek Choi.
“Baiklah, ayah”jawabmenantu kakek Choi. Kakek Choi pun bergegas pergi.

Kakek Choi tersenyum dan berhenti sebentar saat melewati foto almarhum istrinya. Lalu kakek Choi bersiap pergi, “dompet….dompet”gumannya.
“Yeobo, kenapa kau pergi duluan meninggalkan aku? Aku bahkan belum siap untuk ini. Setelah kau meninggal, segala hasratku untuk hidup bagaikan hilang semua”keluh kakek Choi dalam hati.

Kakek Choi sampai di sebuah taman, ia pun duduk bermain catur (igo?jadi ingat anime hikago hahaha) bersama temannyam. Kakek Choi mengingat istrinya.” Yeobo,aku ingin jujur padamu, saat aku membersihkan barangmu. Aku menemukan benda yang kurang menyenangkan hatiku. Aku menemukan sepucuk surat cinta dari seorang pria yang tidak kukenal. Mungkinkah, kau membagi hatimu dengannya? Mungkinkah, kau mengandung anak dari pria ini?”pikirnya.

Kakek Choi dan anak laki-lakinya makan malam bersama. Kakek Choi terus memperhatikan putranya tanpa berkedip, putranya pun merasa tidak nyaman diperhatikan ayahnya seperti itu.
“Ayah, ada apa?”tanya putra kakek Choi.
“Hah?”jawab kakek Choi tersadar dari lamunannya, kakek Choi pun menjatuhkan sendoknya, putranya pun membantu mengambilkannya.

Putra kakek Choi pun menyerahkan sendok yang diambilnya pada ayahnya.
“Aku jadi tidak bisa tidur, saat aku memikirkan tentang semua ini”lanjut kakek yang masih berkutat dengan pikirannya bahwa istrinya selingkuh.

Cho Ha Na mulai membantu pekerjaan Shin Jae Jun, ia dan Shin Jae Jun membahas sebuah surat di coffee shop. Cho Ha Na menutupi wajahnya dengan kertas surat.
“Hei, kau yang di sana”tegur Shin Jae Jun seraya melambai-lambaikan tangannya.

Cho Ha Na pun membuka sedikit kertas surat yang menutupi wajahnya yang sedang sendu membaca surat tersebut. Cho Ha Na menahan tangis setelah membaca surat itu.

“Surat ini berasal dari…seorang perempuan. Setiap kali hujan, dia selalu khawatir adiknya kesepian di surge”jelas Cho Ha Na yang terbawa suasa isi surat itu. Ia pun memandang langit dengan sedih.
“Ha Na, adik perempuan itu?”tanya Shin Jae Jun.

“Ini surat dari seorang kakak perempuan untuk adiknya. Adik laki-laki yang berusia 10 tahun. Lihat, bahkan di dalamnya dimasukkan kartu permainan ini”jawab Cho Ha Na, seraya menunjukkan segepok kartu permainan yang ada dalam surat itu.
“Saat masih hidup, adiknya sangat menginginkan kartu-kartu ini”lanjut Cho Ha Na.

Shin Jae Jun pun merebut surat yang ada di tangan Cho Ha Na dan berkata,”jangan menangis, kau tidak boleh menangis. Bagaimana kalau ada surat yang tidak pantas, apakah kita tetap mengirimnya?”tanya Shin Jae Jun lalu memasukkan kembali surat yang diambil dari tangan Cho Ha Na.

Cho Ha Na pun mendesah kesal. “Ngomong-ngomong apakah kita bisa disebut “malaikat”? Kau pernah bilang kalau ini adalah pekerjaan suci. Lalu kenapa kita minum di kafe seperti ini?”protes Cho Ha Na.
“Itu karena…..kau tahu kan. Terkadang, aku ingin keluar dai kota ini”jawab Shin Jae Jun.
“Kota. Percuma kau berlagak sok imut seperti itu”ejek Cho Ha Na.
“Baiklah. Lain kali, aku akan mengajakmu ke kafe yang lebih bonafit”seru Shin Jae Jun. Ia pun tertawa kecil saat menyadari kata-katanya,”Tapi jangan menganggap ini sebagai kencan”seru Shin Jae Jun.
Cho Ha Na pun tertawa, “Kau jangan sampai suka padaku. Soalnya kau ini bukan manusia, tapi hantu”balas Cho Ha Na.
“Aku kan sudah bilang, aku ini bukan hantu”hardik Shin Jae Jun.

Cho Ha Na pun diam, lalu ia memperhatikan Shin Jae Jun dengan seksama. Merasa dipandang seperti itu Shin Jae Jun jadi sedikit agak salah tingkah.
“Ngomong-ngomong, ini adalah tugas pertamamu”ucap Shin Jae Jun mencairkan suasana seraya menyerahkan sebuah amplop surat. Cho Ha Na mengambil surat yang diulurkan Shin Jae Jun.
“Kalau kau mau mendapat gaji, bekerjalah dengan benar”seru Shin Jae Jun.
“Aku pasti akan mengerjakannya dengan baik…”ucap Cho Ha Na lalu membuka isi surat itu.


Kakek Choi menyendiri sambil bersandar di taman. Di taman itu juga ada Cho Ha Na yang mulai menjalankan misinya , ia bermain catur igo bersama seorang anak kecil. Ia pun berteriak saat ia tidak bisa memainkan permainan itu.
“Kenapa aku tidak bisa memainkan ini”keluh Cho Ha Na.
“Dia tinggal dijalanan ya?”ujar salah seorang kakek yang juga bermain dibangku sebelah Cho Ha Na saat mendengar teriakan Cho Ha Na.
“Kelihatannya sih begitu. Cepat jalan! Sekarang giliranmu”seru kakek lain menanggapi.
“Oh ya, maaf”ucap kakek tadi saat asyik memperhatikan tingkah Cho Ha Na.
Cho Ha Na yang mengulum pemen lolipop memperhatikan kakek Choi yang diam saja termenung.

Menantu kakek Choi keluar rumah,tiba-tiba Cho Ha Na datang dan menahan menantu kakek Choi.
“Permisi”sapa Cho Ha Na.
“Ya Tuhan!”guman menantu kakek Choi kaget.
“Kita bisa bicara sebentar?”tanya Cho Ha Na.
Menantu kakek Choi pun menunjuk dirinya sendiri, Cho Ha Na pun mengangguk.

Cho Ha Na dan menantu kakek Choi duduk di kursi panjang sebuah taman.
“Jadi, ini tentang ayahku ya?”tanya menantu kakek Choi.
“Iya,ayah mertuamu. Beliau sedang menderita”jawab Cho Ha Na.
“Apa maksudmu?”tanya menantu kakek Choi tak mengerti.

“Ibu mertuamu…Beliau…”jawab Cho Ha Na namun terhenti bingung mau mulai darimana, lalu ia berpikir sebentar.
“Kelihatannya beliau memiliki pria idaman lain”lanjut Cho Ha Na akhirnya.
“Apa?”ucap menantu kakek Choi kaget.
“Ada beberapa surat cinta dibarang peninggalannya”jelas Cho Ha Na.
“Masa….”ucap menantu kakek Choi tak percaya.
“Karena saat ini hanya ada kita berdua….anak dari ayah mertuamu adalah suamimu. Tapi ayah mertuamu ragu apakah dia adalah anak kandungnya”jelas Cho Ha Na.
“Ya Tuhan….”guman menantu kakek Choi.
“Ada apa?”tanya Cho Ha Na.
“Aku juga meragukan hal itu”jawab menantu kakek Choi berbisik pada Cho Ha Na. (gubraks)
“Kenapa?”tanya Cho Ha Na. Menantu kakek Choi pun mengambil hpnya dan memperlihatkan foto suaminya.

“Lihat ini”ucap menantu kakek Choi seraya menyerahkan hpnya yang terdapat foto dirinya dan suaminya. Cho Ha Na pun memperhatikan foto di hp itu.
“Ini suamiku, tampan bukan?”tanya menantu kakek Choi. Cho Ha Na pun tertawa kecil.

“Iya, tampan”jawab Cho Ha Na. “Irinya aku”lanjut Cho Ha Na seraya memperhatikan foto di hp itu.
Menantu kakek Choi pun merebut hpnya dari tangan Cho Ha Na dan memasukkannya ke dalam tas.
“Tapi ayah mertuaku…..beliau tidak seperti itu”guman menantu kakek Choi.
“Ah, kalau begitu ibu mertuamu pasti cantik”jawab Cho Ha Na.
“Tidak juga. Beliau biasa saja”ucap menantu kakek Choi.
“Ah,lalu…pasti pria idaman lain ibu mertuamu orangnya sangat tampan dan suamimu mengikuti wajahnya”pikir Cho Ha Na.
“Baguslah. Ibu metuaku memang hebat”ujar menantu kakek Choi.
Cho Ha Na pun tertawa kecil agak ragu.
“Maafkan aku”ucap menantu kakek Choi.
“Tidak apa-apa”jawab Cho Ha Na. ”Tapi apakah menurutmu, suamimu akan menyadarinya?”tanya Cho Ha Na.
“Tidak mungkin! Baginya, ibunya adalah seorang malaikat. Kalau aku mengatakan ibunya telah mempermainkan ayahnya. Dan bilang kalau ayahnya bukan ayah kandungnya. Dia pasti akan…”jawab menantu kakek Choi terputus.

“Benar. Benar sekali mengatakannya sekarang juga percuma dan tidak aka nada yang bahagia. Benarkan?”potong Cho Ha Na. Menantu kakek Choi pun mengangguk.
“Jadi, aku telah memikirkannya. Lalu, bagaimana kalau kalian melakukan tes DNA antara suamimu dan ayahnya?”kata Cho Ha Na memberi usul.
“Lalu bagaimana kalau hasilnya memang bukan anak kandungnya?”tanya menantu kakek Choi.
“Kalau itu, tidak usah ragu”jawab Cho Ha Na mantap, lalu ia tertawa.

Cho Ha Na mendatangi tempat pemilik pembuat macam-macam suara. Pemilik rumah yang sedang mendengarkan suara porno pun terlonjak saat melihat Cho Ha Na masuk.
“Ada yang bisa a…?”seru pemilik rumah. “Ya Tuhan…”gumannya saat ia menyadari bahwa yang datang Cho Ha Na.
“Hari ini aku ke sini untuk menjadi pembeli”ujar Cho Ha Na. Sepertinya Cho Ha Na meminta tolong pada orang itu untuk memalsukan tes DNA kakek Choi dan putranya.
“Tapi, setelah memalsukan tes DNA ini. Apa kelanjutannya?”tanya Cho Ha Na.
“Pertama-tama, kita membuat surat ini ditujukan atas nama anaknya, buatlah surat yang meyakinkan “jawab pemilik rumah itu seraya menyiapkan surat DNAnya.

Cho Ha Na dan Shin Jae Jun membahas masalah mengenai surat DNA kakek Choi dan putranya.
“Lalu?”tanya Cho Ha Na.
“Kita harus memastikan si Ayah membacanya”jawab Shin Jae Jun.
“Bukannya nanti beliau tanya pada anaknya,”jadi kau ragu juga ya?’?”ucap Cho Ha Na.
“Tidak mungkin. Beliau tidak akan mengatakan hal itu. Karena setiap pria melakukan hal yang sama. Itu adalah dasar rencana kita”jawab Shin Jae Jun menjelaskan.
“Eh, aku tidak mengerti”guman Cho Ha Na.
“Harusnya kau mengerti bodoh”ejek Shin Jae Jun.
“Apa? Berdirilah menghadap sudut ruangan ini”seru Cho Ha Na.
“Ah, kenapa?”tanya Shin Jae Jun.
“Cepat lakukan saja”perintah Cho Ha Na.
“Aku tidak mau”ucap Shin Jae Jun.
“Apa?”bentak Cho Ha Na seraya menggebrak meja.
“Diamlah”ucap Shin Jae Jun.
Shin Jae Jun menceritakan idenya.
“Dengarkan ini”pinta Shin Jae Jun.
“Pertama, sebelum ayahnya kembali ke rumah. Taruh hasil tes DNA itu di kotak suratnya”saran Shin Jae Jun.

Cho Ha Na pun mensimulasikan, ia menaruh hasil tes DNA pada kotak surat rumah kakek Choi, ia pun segera bersembunyi saat melihat kakek Choi sampai di rumah. Kakek Choi pun membuka isi kotak surat saat melihat ada sebuah surat terjulur. Kakek pun mengambil hasil tes DNA dan surat lainnya.
“Beliau akan melihat hasil tes itu dan beliau pasti akan tekejut. Beliau akan berpikir, “Ah…dia pasti meragukannya juga. Dan beliau sadar, kalau anaknya telah melihat surat cinta itu juga. Beliau pasti akan tambah curiga dan terpaksa membuka surat itu. Setelah melihat suart itu, beliau akan lega. Beliau akan menaruh kembali surat tes DNA itu dan bersikap seolah tak ada apa-apa”

“Wow. Hebat”guman Cho Ha Na mendengar penjelasan Shin Jae Jun.”Kau pintar sekali”pujinya. Shin Jae Jun pun tersenyum bangga.

Cho Ha Na dan menantu kakek Choi pun mempraktekkan ide Shin Jae Jun. Mereka menaruh hasil tes DNa di kotak surat rumah kakek Choi.
Menantu kakek Choi dan Cho Ha Na naik ke atas tiang listrik dengan tangga untuk mengawasinya. Kakek Choi pun sudah pulang ke rumah.

“Dia datang….dia datang”guman menantu kakek Choi seraya semakin merapat pada tiang listrik (ada-ada aja kalau kesetrum gimana wkwkw?).
Saat mau masuk ke dalam rumah, kakek Choi pun berhenti sebentar dan menghampiri kotak surat. Ia pun merogoh-rogoh isi kotak surat. Menantu kakek Choi dan Cho Ha Na pun was-was, namun ternyata kakek Choi bukannya mengambil surat tapi mengambil yakult wkwkkw. Kakek Choi pun meminumnya sampai habis lalu masuk ke dalam rumah.
Menantu kakek Choi dan Cho Ha Na pun hanya bisa menghela nafas. Karena hilang keseimbangan Cho Ha Na pun terjatuh.

“Bodoh”guman Cho Ha Na kesal dengan hasil ide Shin Jae Jun.
“Aku sudah melakukan apa yang kau katakan. Tapi lihat apa yang tejadi. Sia-sia semuanya”protes Cho Ha Na kesal.

“Ya, Tuhan, kau ini mengganggu sekali”ucap Shin Jae Jun menanggapi dengan enteng.
“Apa?”hardik Cho Ha Na.
“Baiklah. Aku punya ide yang lebih baik”ucap Shin Jae Jun.
“Benarkah?”tanya Cho Ha Na tak percaya.
“Kali ini pasti ide yang hebat”tuntut Cho Ha Na, Shin Jae Jun pun tersenyum.

Pagi hari kakek Choi sudah minum yakult tiba-tiba Shin Jae Jun datang dengan menyamar sebagai tukang pos.
“Permisi. Apakah anda tinggal di rumah ini?”tanya Shin Jae Jun.
“Iya”jawab kakek Choi.
“Ada kiriman untuk anda. Iya, untuk Choi Gun Woo. Apakah itu nama bapak”uja Shin Jae Jun seraya mengecek sebuah surat yang dibawanya.
“Itu nama anakku”jawab kakek Choi.
“Oh, kalau begitu, bisa bapak beri label di sini?”tanya Shin Jae Jun seraya menunjukkan tempatnya.

Kakek pun mengeceknya lalu bergegas masuk ke dalam rumah. Namun Shin Jae Jun menahannya, “Anda bisa tanda tangani saja”seunya seraya menyodorkan sebuah pena.
Kakek Choi pun menghentikan langkahnya lalu menandatangni tanda terima suratnya. Shin Jae Jun pun menyerahkan hasil tes DNAnya pada kakek. Kakek pun menerimanya.
“Tolong berikan ini padanya”pinta Shin Jae Jun.
“Baiklah”jawab kakek Choi. Shin Jae Jun pun bergegas pergi dan kakek memperhatikan surat DNA itu.

Dengan ragu kakek berniat membuka isi hasil DNA tersebut, ia mencoba menerawang isinya dengan cahaya sinar, lalu ia mencoba membuka amplopnya dengan cara menauh amplop di atas rebusan air ceret, lem yang menempel pun mengelupas. Kakek Choi berhasil membuka amplop hasil test DNA itu.

Kakek pun tersenyum senang saat melihat hasil test DNA itu bahwa 99.9999% Gun Woo itu adalah anaknya. Tenyata Cho Ha Na dan menantunya mengintip kakek Choi dari balik jendela kaca, mereka berdua akhirnya lega.

Shin Jae Jun bersama seorang bapak mengobrol tidak jelas.
“Belum?”guman Shin Jae Jun.
“Belum, belum”balas bapak itu.
“Belum, belum?”tanya Shin Jae Jung.
“Belum, belum, belum”jawab bapak itu.
“Belum, belum…belum”guman Shin Jae Jun lalu ia berpikir sebentar seperti mengingat sesuatu.
“Belum?”pikir Shin Jae Jun. Bapak itu pun menoleh ke arah Shin Jae Jun.

Cho Ha Na membuka sebuah surat.
“Oh, orang ini, Yongshik vokalis CLIMATE!”guman Cho Ha Na membuka amplopnya.
“Siapa itu?”tanya Shin Jae Jun.
“Kau tidak tahu “CLIMATE”? mereka terkenal!”jawab Cho Ha Na. Lalu ia menemukan sebuah surat.

“Ya Tuhan, bahkan ada suratnya. Bagaimana ya? Aku sangat menyukainya”guman Cho Ha Na tak percaya.
“Kau menyukainya?”tanya Shin Jae Jun.
“Dia keren sekali”jawab Cho Ha Na.
“Benarkah?”tanya Shin Jae Jun tak percaya.

“Apa kau..cemburu?”selidik Cho Ha Na.
“Kau ini bicara apa?”tanya Shin Jae Jun agak sedikit salah tingkah.
“Semakin kelihatan cemburunya”ledek Cho Ha Na.
“Kenapa aku harus cemburu?”ucap Shin Jae Jun balik tanya.

“Tidak, tidak apa-apa”jawab Cho Ha Na cuek, lalu ia mulai membaca isi surat itu. Yang bebunyi,”Ayahku tercinta, ayah ini aku. Ini pertama kalinya aku menulis surat seperti ini untukmu”. Tangis Cho Ha Na pun mulai pecah namun ia menahannya dan melanjutkan cerita tentang Yongshik.

Cho Ha Na pun mulai menjelaskan siapa Yongshik itu pada Shin Jae Jun.
“Yongshik, vokalis dari band terkenal “CLIMATE”. Setelah ibunya meninggal, dia tinggal bersama ayahnya saja. Dan setelah melakukan debut, ayahnya juga harus meninggalkannya karena penyakit. Suart ini ditujukannya untuk ayahnya. Ayahnya adalah seorang pejabat terkenal. Awalnya beliau sangat menentang keinginan anaknya. Karena sikap itulah, dia menganggap ayahnya tidak pernah mengerti dan menerimanya. Aku akan menyamar menjadi suster yang merawat ayahnya didetik-detik terakhir beliau dan membawakannya buku harian palsu ayahnya”ucap Cho Ha Na.

Cho Ha Na telah menyamar sebagai suster dan membawakan buku harian palsu ayah Yongshik. Yongshik pun membaca dan membuka-buka isi buku harian itu.
“Benarkah ayahku yang menulis ini?”tanya Yongshik tak percaya.
“Iya”jawab Cho Ha Na seraya mengangguk.
“Terima kasih banyak”ucap Yongshik.
“Tidak perlu sungkan”ucap Cho Ha Na.

Yongshik pun bergegas pergi namun Cho Ha Na menahannya.
“Uh, permisi. Dulu saat di umah sakit, ayahmu membawa CDmu dan bilang kalau ini adalah CD anaknya”jelas Cho Ha Na.
“Ah”guman Yongshik.
“Lihat, ini”ucap Cho ha Na seraya mencari CD itu dalam tasnya. Lalu ia menyerahkan kepingan CD pada Yongshik.
“Apakah boleh…bolehkah aku meminta tanda tanganmu?”tanya Cho Ha Na seraya menyerahkan sebuah spidol.
“Tentu”jawab Yongshik seraya menerima spidol itu dan mulai mendatangani CD yang diberikan Cho Ha Na. Cho Ha Na pun tak dapat menyembunyikan kegembiraannya.
Tiba-tiba ada panggilan dari staf untuk bersiap naik panggung. Yongshik pun mengembalikan kepingan spidol dan CD yang sudah ditandatanganinya . Cho Ha Na pun mengucapkan terima kasih.
“Terima kasih karena telah memberitahuku”ucap Yongshik lalu bergegas pergi bergabung dengan teman band lainnya bersiap konser.

Cho Ha Na melihat penampilan Yongshik dipanggung. Ia sangat gembira.
“Untuk sementara, aku merasa telah melakukan hal baik yang seharusnya aku lakukan. Apakah aku akan memenangkan lotto?”pikir Cho Ha Na yang tenggelam dalam penampilan performance band “CLIMATE”.

Cho Ha Na mengejar Shin Jae Jun di padang rumput tempat kotak surat ke surga.
“Kau sadar, mereka mudah sekali percaya”seru Cho Ha Na.
“Siapa?”tanya Shin Jae Jun.
“Yongshik dan bahkan ayah mertua itu”jawab Cho Ha Na.
“Alasannya karena itulah yang mereka percayai. Mereka akan merasa nyaman ketika mereka mendapat apa yang sesuai harapannya”ujar Shin Jae Jun.
“Oh, benar juga”guman Cho Ha Na.

Tiba-tiba Shin Jae Jun menghentikan langkahnya dan menahan langkah Cho Ha Na.
“Hei, ada orang yang datang ke kotak surat itu”ujar Shin Jae Jung, lalu dilihatnya seorang wanita dan anak kecil berjalan mendekati kotak surat.
“Sembunyi”saran Shin Jae Jung.“Dimana?”tanya Cho Ha Na yang ta melihat tempat persembunyia di padang rumput itu.
“Kalau begitu…”pikir Shin Jae Jung seraya mencoba mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.
Ternyata ia mengeluarkan sebuah bola kasti, “kita berpura-pura saja menjadi sepasang kekasih yang sedang bermain di sini”saran Shin Jae Jun.
“Apa?”seru Cho Ha Na tak percaya.

“Sudah berpura-pura saja”ucap Shin Jae Jung lalu memasukkan bolanya kembali ke dalam tasnya.
“Kau mendapatkan benda itu dari mana?”tanya Cho Ha Na. Shin Jae Jung pun bersiap memulai bermain pura-pura.
“Jangan membuang-buang waktu. Mereka datang”ujar Shin Jae Jun.
“Apa?”guman Cho Ha Na, yang mau tak mau harus menerima saran Shin Jae Jun.
“Bersiaplah!”seru Shin Jae Jun, lalu mereka berdua siap bermain tangkap bola. Shin Jae Jun melempa bolanya namun bola itu tidak tertangkap malah melesat jauh.
“Benarkah? Kau benar-benar mau melakukan ini?”tanya Cho Ha Na pada Shin Jae Jun kesal.

Cho Ha Na pun berlari mencari bola kasti tadi ia pun berseberangan dengan seorang wanita dan anak kecil yang memasukkan suratnya dalam kotak surat. Saat wanita itu selesai berbalik pulang ia berpapasan dengan Cho Ha Na, Cho Ha Na seperti mengingat wajah wanita itu.


“Apa. Ada apa?”tanya Shin Jae Jun yang melihat Cho Ha Na terus memperhatikan wanita tadi.
“Aku mengenalnya?”jawab Cho Ha Na.
“Siapa?”tanya Shin Jae Jun.
“Dia. Dia adalah mantannya pacarku yang terserang penyakit itu”jawab Cho Ha Na menunjuk wanita tadi.
“Apa.. Lalu siapa anak itu?”tanya Shin Jae Jun.
“Mungkin itu anaknya”jawab Cho Ha Na.

“Jadi itu artinya…dia bukan pacarnya, dia adalah istrinya”ucap Shin Jae Jun.
“Dasar”ujar Cho Ha Na seraya meninju perut Shin Jae Jun hingga terjatuh.
“Ah, sakit”protes Shin Jae Jun.


Cho Ha Na berdiam diri seraya merebahkan dirinya di padang rumput. Shin Jae Jun pun menemaninya seraya melihat sebuah surat.
“Surga. Apakah benar-benar ada? Surga?”tanya Cho Ha Na seraya mengulurkan tangannya ke atas.
“Di manakah letaknya?”ucap Shin Jae Jun.
Cho Ha Na pun bergegas bangun,”aku tidak suka ini! Jangan kira karena dia sudah meninggal ini sudah bukan masalah lagi. Walaupun dia sudah meninggal, tetap saja dia seorang pembohong. Dan kalau aku tidak bisa memaafkannya artinya aku tida akan memaafkannya. Dan cinta tetaplah cinta”protes Cho Ha Na kesal.


“Katakanlah…katakan padanya”uja Shin Jae Jung memberi saran. Cho Ha Na pun menoleh ke arah Shin Jae Jung.
“Bukan yang ada di surat itu, tapi yang ingin kau katakan sekarang”lanjut Shin Jae Jung seraya menunjuk ke atas.
Sambil menahan amarah dan kesalnya Cho Ha Na berteriak,”Dasar bodoh! Kenapa kau meninggal? Kenapa kau tidak bilang padaku kalau kau sudah menikah?”. Tangis Cho Ha Na pun pecah. Shin Jae Jun mendekat ke arah Cho Ha Na mungkin bermaksud memberikan bahunya agar Cho Ha Na dapat bersender. Namun Cho Ha Na diam saja.
“Kenapa kau?”tanya Cho Ha Na.
“Kau menangis ya“ucap Shin Jae Jung balik bertanya.
“Aku tahu. Aku memang sedang menangis”jawab Cho Ha Na.
“Kau tidak apa-apa? Kau tidak keberatan kalau aku melihatmu menangis?”tanya Shin Jae Jun.
“Sebenarnya keberatan, tapi ya sudahlah karena kau ini yang melihatnya”jawab Cho Ha Na. Shin Jae Jun pun terdiam.

“Aku sudah merasa lega. Aku merasa seperti sedang melihat laut dan berteriak,”Dasar bodoh!”. Sama seperti peran yang ada di film”lanjut Cho Ha Na ceria.
“Ha Na. Sekarang …..Sekarang….aku ingin ciuman”ucap Shin Jae Jun. Cho Ha Na diam memandang Shin Jae Jun aneh.
“Lupakanlah…”lanjut Shin Jae Jun salah tingkah.
“Hebat juga perkataanmu. Kau hebat dalam mengatakan apapun. Aku juga merasa, kalau aku bisa melakukannya”ujar Cho Ha Na. Namun Shin Jae Jun hanya terdiam.
“Mungkin memang lebih baik kita melupakannya saja”lanjt Cho Ha Na lagi.

“Sudah lupakan saja”ucap Shin Jae Jun. Suasana pun menjadi canggung, Cho Ha Na pun berdiri dari duduknya.
“Kau bernafsu, bukan?”tanya Cho Ha Na.
“Bukannya kau yang nafsu?”jawab Shin Jae Jun seraya berdiri dari duduknya.
“Kalau begitu, aku tidak mau mendengarnya lagi”ucap Cho Ha Na.
“Oh, benarkah?”tanya Shin Jae Jun meragukannya.
“Benar”jawab Cho Ha Na.
“Kau tahu, aku masih ingin mendengarnya”ucap Shin Jae Jun.
“Apa?”tanya Cho Ha Na.

“Mulai sekarang, aku ingin mendengar kisahmu di masa mendatang”jawab Shin Jae Jun. Lalu tiba-tiba terdengar isak tangis Cho Ha Na. “Kau menangis ya?”tanya Shin Jae Jun.
“Tidak pernah ada yang mau mendengarkanku. Bahkan dia, orang yang sudah meninggal itu. Dia tidak pernah mendengarkanku sama sekali. Dia hanya….aku rasa, dia hanya menganggapu tidak berarti. Aku tahu itu dari awal. Dia tidak pernah memperhatikan perasaanku. Bahkan ketika aku menangis. Dia tidak pernah berada disampingku. Tidak pernah sekalipun. Dia tidak pernah berada disisiku”jawab Cho Ha Na sedih. Shin Jae Jun mendengarkan curhatan Cho Ha Na dengan seksama.

“Kau tahu,kalau begitu. Bagaimana kalau disisiku?”tanya Shin Jae Jun tiba-tiba. Cho Ha Na pun memandang ke arah Shin Jae Jun tak percaya. Shin Jae Jun mendekat ke arah Cho Ha Na dan mencium bibir Cho Ha Na dengan lembut hohohohoho.

Cho Ha Na pulang naik bus bersama Shin Jae Jun. Mereka berdua sibuk dengan pikiran masing-masing. Cho Ha Na sibuk dengan permen lolipopnya sambil melihat pemandangan dari kaca bus.
“Hei, pekerjaan ini…”tanya Cho Ha Na tiba-tiba memecah keheningan. Shin Jae Jun menjawab dengan deheman.

“Nantinya….Akan berakhir kan?”lanjut Cho Ha Na.
“Pasti”jawab Shin Jae Jun.
“Kapan?”tanya Cho Ha Na.
“Saat kita tertangkap. Oleh orang-orang yang menulis surat itu, memeriksanya. Kemudian mengacaukan segalanya. Aku pasti akan diberhentikan”jawab Shin Jae Jun. Cho Ha Na diam berpikir.
“Diberhentikan?”tanya Cho Ha Na.
“Memangnya kau tidak mengerti. Artinya kau dipecat”jawab Shin Jae Jun.
“Aku tahu kok. Aku tahu artinya”ujar Cho Ha Na. Suasana pun jadi canggung kembali.

Sopir bus pun menengok ke belakang.
“Aku..Hei, kau tahu sekarang kita dimana?”tanya Cho Ha Na.
“Apa maksudmu?”ucap Shin Jae Jun balik bertanya.
Tiba-tiba supir bus menghentikan laju busnya.
“Ayo”ajak Shin Jae Jun . Mereka berdua pun turun dari bus.

Ternyata mereka turun di pesisiran pantai. Cho Ha Na berlari gembira,”Cepat”serunya pada Shin Jae Jun.
Namun Shin Jae Jun masih berjalan dengan santai. “Cepat”seru Cho Ha Na kembali, lalu ia berjalan ke belakang menarik tangan Shin Jae Jun aga berlari. Mereka berdua pun berlari . Mereka sampai di mecusuar tepi pantai (kayaknya sama dengan mecusuar tempat ending IRIS , yang Lee Ba Young mati ditembak @_@).

Cho Ha Na cepat-cepat naik ke atas mecusuar dan senang melihat pemandangan laut dari tempat itu.
“Itu laut”teriak Cho Ha Na, lalu ia berlari menyusuri mecesuar dan berdiri disamping Shin Jae Jun.
“Indah sekali”guman Cho Ha Na.
“Mulai sekarang tempat ini akan menjadi tempat kerja kita”ucap Shin Jae Jun.
“Apa?”tanya Cho Ha Na.
“Bagaimana? Kau bilang, kau tidak suka suasana kafe yang ada di tengah kota”jawab Shin Jae Jun. Cho Ha Na berteriak kegirangan ia pun mengintari Shin Jae Jung.

Di sebuah kafe, Shin Jae Jun memperhatikan sebuah surat, ia mencoba mengambil sesuatu (gelas) tapi ternyata ia tak dapat meraihnya.
“Permisi. Permisi. Aku ingin memesan”serunya pada pelayan. Namun tidak ada pelayan yang menanggapinya.

“Sebelah sini”serunya lagi namun masih tetap tidak ada tanggapan dari pelayan. Pelayan malah sibuk melayani pelanggan lain.
“Aku ingin memesan. Permisi. Aku ingin memesan” seru Shin Jae Jun berulang-ulang namun seperti tidak ada pelayan yang mendengar seruannya.
“Aku bilang, aku ingin memesan”serunya dengan pasrah, sepertinya ia menydari bahwa orang-orang disekitarnya sudah tak dapat melihatnya lagi.

Shin Jae Jun menemui kakek LeeMoon Gyo, kita panggil kakek Lee saja .
“Kapan kau datang?”tanya kakek Lee saat menoleh dilihatnya Shin Jae Jun berdiam diri.
“Kau bisa melihatku?”tanya Shin Jae Jun.
“Maaf? Kau mau minum”ucap kakekLee lalu menghampiri Shin Jae Jun.
“Kopi hitam saja,tolong”ucap Shin Jae Jun.
“Tentu”jawab kakek Lee.
“Maaf menganggu, boleh aku lihat-lihat?”tanya Shin Jae Jun.
“Silahkan. Aku akan buatkan kopinya dulu”jawab kakek Lee.
“Terima kasih”ucap Shin Jae Jun.
“Silahkan tunggu 5 menit lagi”lanjut kakek Lee lalu bergegas membuat kopi.

“Baiklah”ucap Shin Jae Jun. Lalu ia melihat-lihat sekeliling ruangan itu.
“O, itu tidak untuk dijual. Kau tidak boleh melihat yang itu”ucap kakek Lee saat melihat Shin Jae Jun melihat sebuah album foto.
“Oh, maafkan aku”ucap Shin Jae Jun mohon maaf.
“Tidak masalah”jawab kakek Lee.
“Aku akan lebih hati-hati”ucap Shin Jae Jun.
“Baiklah kalau begitu”ucap kakek Lee lalu kembali membuat kopi.

Shin Jae Jun duduk berdua dengan kakek Lee, ia melihat-lihat album foto yang berisi foto-foto awan saja.
“Hanya ada gambar awan”ucap Shin Jae Jun. Kakek Lee tersenyum.
“Iya, itu memang kumpulan foto awan. Aku menghabiskan hidupku untuk mengambil semua gambar itu”jawab kakek Lee.
“Memangnya sejak kapan kau mengambil gambar-gambar ini?”tanya Shin Jae Jun.
“Aku rasa, sejak 7-8 tahun lalu”pikir kakek Lee.
“Maaf. Bodoh sekali pertanyaanku ini”ucap Shin Jae Jun.
“Tidak juga. Sebenarnya ini adalah hobi anakku, dia yang senang sekali dengan gambar-gambar itu. Anakku sudah meninggal. Aku rasa, aku hanya melanjutkan hobinya saja. Kalau dibayangkan memang lucu sekali”jelas kakek Lee. Shin Jae Jun pun terdiam.

Shin Jae Jun datang ke kotak surat yang ada di tengah padang rumput. Ia membuka kotak surat namun di dalam kotak surat itu kosong.

Shin Jae Jun pun mengunjungi markas mercusuar. Di sana sudah ada Cho ha Na berdiam diri memeluk surat-surat.
“Apa yang sedang kau lakukan?”tanya Shin Jae Jun.
“Oh, maaf. Aku yang mengambil surat-surat di dalam kotak surat itu”jawab Cho Ha Na.
“Tidak apa-apa, tapi apa yang sedang kau lakukan?”tanya Shin Jae Jun lagi.
“Hatiku sakit. Ibu yang waktu itu mengirimi anaknya telur gulung, mengirim surat lagi…”jawab Cho Ha Na.

“Apa isinya?”tanya Shin Jae Jun.
Cho Ha Na pun membacakan isinya,”Untuk Don-ju yang ibu saying, Chuseok adalah masa panen di Korea ”Chuseok sudah lewat”. Biasanya kita selalu melihat bulan purnama bersama sambil membuat harapan. Tahun ini, ibu melihat bulan purnama sendiri dank au tahu apa yang ibu harapkan…. Ibu sangat berharap untuk bisa melihatmu. Hanya itu yang bisa ibu pikirkan. Harapan ibu itu adalah,’Tolong kembalikan anakku…’.

“Tapi kita tidak mungkin memenuhi harapannya”ucap Cho Ha Na lalu memeluk surat itu.
“Jadi, apakah itu alasanmu kenapa kau memeluki surat itu?”tanya Shin Jae Jun. Cho Ha Na mengangguk lalu Shin Jae Jun duduk di samping Cho Ha Na.
Lalu ia menarik Cho Ha Na ke pelukan bahunya.
“Aku akan memelukmu, kau tahu alasannya? Karena dengan begini, aku bisa memeluk surat itu juga”ucap Shin Jae Jun.
“Kau tahu apa….Aku akan menulis. Kau ingat apa yang terakhir kali kau katakan? Kau berharap ada seseorang yang tetap memperhatikan orang yang telah meninggal. Tidak akan ada orang yang akan menulis surat seperti itu untukku. Kau ingat pernah mengatakan itu padaku?”tanya Cho Ha Na. Shin Jae Jun terdiam . “Aku yang akan menulis surat itu untukmu….setiap hari aku akan menulis surat untukmu”lanjut Cho Ha Na. Shin Jae Jun pun tersenyum.
“Aku senang”ucapnya. Lalu mereka berdua berpandangan.

Cho Ha Na tiba-tiba mengucek matanya.
“Apa?”tanya Shin Jae Jun.
“Aku pikir mataku kering. Ada apa?”jawab Cho Ha Na. Sepertinya Cho Ha Na hanya bisa melihat Shin Jae Jun samar-sama.
“Ada apa?”gumannya seraya mengucek kedua matanya.
“Apa kau minum kopi?”tanya Shin Jae Jun.

Bersambung
Special for Lea RF sebagai kado ultah eonni HHJ ^__^

9 pemikiran pada “[Sinopsis Film] Postman to Heaven Part 1

Tinggalkan Balasan ke Dwie Cendrillon Batalkan balasan