[Review K-Movie] My Mom / A Long Visit ~ Cerita si Anak gadis mama

Anyeonghaseo chingudeul….
Fuiih, sudah sangat lama tidak menyapa pakai bahasa korea, moga ga salah yaa, kalopun salah, dimaafin atuh, toh makin kacau kata bisa bikin terkenal (seperti Vicky) hehehe…
Saya kembali kehadapan readers sekalian… dengan review sebuah film biasa aja… tapi akan luar biasa bila di tonton dengan anak yang memiliki karakter dan kisah hidup yg hampir mirip dengan dalam film tersebut. Okelah, film itu berjudul My Mom aka A Long Visit.
Sudah begitu banyak blog yang mereview film tersebut, yang tentu saja mengatakan 1 kata yg mewakili yaitu “mengharukaaan”. Tapi…  akan sangat beda bila saya yang menonton, 1 kata yaitu, “MENYEBALKAN”.
Kenapa? Karena apa yg diceritakan di film itu begitu nyata, tidak hanya saya, mungkin beberapa anak2 yg kurang beruntung kondisi keluarganya pun mengalami hal-hal seperti dlm film tersebut. Oke langsung saja di bahas review-nya sekaligus bonus, saya berikan side stories nya (ada yg kangen dg side stories ala saya?).
Warning: Saya review sesuai sudut pandang saya, mungkin akan berbeda dg kebanyakan review, tapi disini saya membantu sang sutradara utk mempertegas pesan moral yg disampaikan J
Movie: A Long Visit / Woman’s Mother (literal title)
Revised romanization: Chinjung Eomma
Hangul: 친정엄마
Director: Yoo Sung-Yup
Writer: Jang Hye-Sun, Ko Hye-Jeong, Yoo Sung-Yup, Yoo Young-A
Release Date: April 22, 2010
Country: South Korea
Pemain:
Kim Hae-Sook sebagai Ibu, Park Jin-Hee sebagai Ji-Suk, Jo Young-Jin sebagai suami Ji-Suk, Lee Moo-Saeng sebagai Joon-Soo, Jung Young-Ki sebagai Jin-Ho, Yeo Hee-Goo sebagai Hye-Young, Kim Min-Ha sebagai Ji-Suk (usia 14), Choi Sun-Young sebagai Ji-Suk (usia 8), Baek Jin-Ki – Jin-Ho (usia 6).

Sebuah film yang bercerita tentang hubungan Ibu dan Anak, perjuangan seorang anak untuk menjadi luar biasa ditengah keadaan yang kurang beruntung yaitu kemiskinan, keluarga tidak harmonis, gejolak ego, dan sebuah mimpi yang sempurna (membangun rumah tangga bahagia dg sang pangeran impian).
Ji-suk, tokoh utama dalam film ini, seorang gadis yang ceria, cerdas, dan memiliki impian besar. Semasa kecil setiap hari ia menempuh jarak yang lumayan jauh untuk ke sekolah, untungnya ia bisa menumpang di bus yang dikemudiakan sang ayah. Hal yang membahagiakan adalah ia selalu disambut bahagia oleh sang ibu. Ibu begitu menyayangi Ji-suk, sering ia menyisakan makanan untuk Jisuk secara sembunyi2 dari sang adik. Why? Pertanyaannya, kenapa ibu lebih menyayangi Ji-suk ketimbang adiknya yg laki-laki?
Jawabannya, karena Ibu mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari satu-satunya lelaki yang ia cintai. Yah, sang ayah yang mengalami cacat fisik pada kakinya, sering mengamuk dan melampiaskan emosinya pada sang ibu atas kegagalannya menghidupi keluarga yg layak. Karena semua itulah Ji-Suk berubah menjadi remaja pemarah dan memutuskan tidak ingin menikah.
Ibu menyadari Ji-suk cerdas, Ji- suk bermimpi besar, maka ibu mencoba membahagiakan Ji-Suk sebisa nya, Ibu ingin anak wanita satu-satunya hidup sempurna tidak seperti dirinya dalam kebodohan dan dalam rumah tangga yang kurang beruntung. Itulah kenapa semampunya, menyisakan apa yg bisa, lebih mendahulukan Ji-suk daripada putra dan suaminya, karena baginya Ji –Suk adalah harapan, sekaligus pembuktian pada dirinya sendiri atas perjuangannya.
Tapi Ji-Suk juga ABG yang masih labil, yang masih dikuasai emosi, ia besar menjadi gadis yang keras hatinya, menyembunyikan kesedihan dalam amarah. Semua perlakuan ibunya (yang memang norak) membuat Ji-suk malu namun dihatinya tak tega telah menyakiti sang ibu. Ji-suk belum bisa memahami apa yg terjadi, sehingga ia sangat marah pada sang ayah. Berulang kali ia meminta sang ibu untuk bercerai dg ayahnya. Ia marah pada Ibunya yang mau disiksa oleh sang ayah. Namun berulang kali pula sang ibu menolak bercerai dan bertahan. Kenapa?
Karena bila Ibu bercerai, siapa yg menjadi tulang punggung? Siapa yg akan mengurusi rumah? Siapa yg kan memperlakukan Ji-Suk bagai putri? Terlebih dari semua itu, Ibu masih sangat mencintai suaminya. Meski berat, ibu memilih meneruskan perjuangannya sebagai ibu rumah tangga yang mungkin kelihatan bodoh dan naif dimata Ji-suk.

Apa yang bisa dilakukan untuk masalah itu? Bertahan bersama mereka hanya rasa sakit yg dirasa, sementara mimpi begitu besar. Akhirnya dengan kecerdasannya, Ji-Suk berhasil masuk universitas ternama di Korea. Ji-suk dengan berat hati memutuskan pergi meninggal Ibu dan kampung halamannya. Yah… Ji-suk melarikan diri, ia mengejar ketenangan untuk dirinya sendiri, karena dg jauh dari sumber masalah, ia bisa berfikir dg tenang mengejar mimpinya sekaligus bisa menyayangi dari jauh sambil merindukan mereka.
Ji-Suk memutuskan kuliah sambil kerja untuk membiayai kehidupannya sekaligus membantu keluarganya. Lambat laun ia bisa menerima kondisi keluarganya dan memaklumi karakter norak sang ibu. Ia pun mulai bisa menyayangi ayahnya. Ya, dia telah berhasil berdamai dengan lingkungan…
Selayaknya, impian setiap wanita adalah menikahi pria pujaan hatinya. Ji-Suk akhirnya menemukan pangerannya, seorang pria baik hati, yang mampu mengobati luka hatinya akibat kekerasan sang ayah pada Ibu. Yang membuat Ji-Suk yakin untuk membina rumah tangga jauh lebih bahagia dari rumah tangga orang tuanya.

Tapi sayang, kebaikan sang pangeran tak seperti keluarga besarnya yg kaya raya, tepat dihari pertemuan keluarga, Ibu kekasihnya menghinanya yg membuat Ibu Ji-suk marah besar. Ibu tidak terima putri yang dia banggakan, yang berusaha keras memperjuangkan mimpinya ditengah kepelikan keluarga, yang berusaha menahan segala sakit dalam amarah itu dihinakan org lain yang jelas tidak tahu semua perjuangannya. Ji-suk pun tak bisa menghentikan amarah ibunya karena ia pun merasa pedih dan apa yg dikatakan ibunya benar semua. Ayah juga hanya bisa diam, ia lebih menyesali diri karena tidak bisa membuat keluarganya hidup layak sehingga menjadi bahan ejekan org lain.
Ji-Suk mengalah… ia memilih membatalkan pernikahannya, ia tidak ingin keluarganya terhinakan. Rasa sakit melihat kesedihan kedua orangtuanya melebihi rasa sakitnya berpisah dr pujaan hati.
Tapi bukan ibu, bila membiarkan anaknya menangis dalam diam. Tanpa sepengetahun Ji-Suk, ia menemui Ibu kekasih Jisuk. Ia menyampaikan penyesalannya karena tidak bisa menghidupi Ji-suk dg baik, ia memohon agar keluarga besar itu menerima Ji-suk, dan berjanji tidak akan menjadi beban bagi rumah tangga anaknya. 

Akhirnya Ji-suk menikah, beruntung sekalinya suaminya benar-benar baik, ia begitu menyayangi keluaga Ji-Suk. Kebahagiaannya makin lengkap ketika buah hatinya lahir. Sekali lagi Ji-Suk dipermalukan dg ibunya yg teriak-teriak menyemangatinya ketika persalinan. Namun kali ini Ji-suk sudah  bisa menanggapinya dg tersenyum bahkan tertawa. Bagi orang-orang Ji-Suk begitu beruntung memiliki ibu yang sangat2 sayang padanya.
Berita duka sampai, sang ayah dipanggil oleh Tuhan YME. Hal ini membuat ibu begitu sedih… meskipun ayah sangat galak, namun ayah sebenarnya begitu memperhatikan keluarganya. Bukan hanya ibu yg melepas kepergian Ji-suk dg menangis tetapi ayah juga. Orang yang memperhatikan penampilan ibu dihari pertemuan keluarga adalah ayah. Orang yang paling terpukul dengan penghinaan keluarga besan juga adalah ayah. Orang yang paling tergugu dg perjalanan Ji-suk menaiki bus menuju sekolahnya juga ayah. Orang yg menanggung semua beban mental atas kehidupan keluarganya adalah AYAH. Yah, ibu menyadari semua kasih sayang ayah, karena itu ia bersedia menjadi pelampiasan amarah suaminya saat suaminya merasa gagal dg apa yg dilakukannya. Dan saat ini satu-satunya orang yang dipahami dan memahami nya telah tiada. Ji-Suk baru menyadarinya saat ini, mungkin ia merasa menyesal telah meminta ibunya bercerai dulu.
 
Lambat laun ibu sudah terbiasa dg kesendiriannya, tapi ujian itu datang lagi, sekarang giliran Ji-Suk. Jisuk menderita kanker pancreas stad akhir. Maka di detik-detik menuju kematiannya, Ji-suk pulang ke kampung halamannya, mengingat kembali memori masa kanak-kanaknya. Menemui temannya, dan membahagiakan sang ibu untuk terakhir kali. Ibu heran dg perubahan anaknya dari pemarah menjadi super perhatian, ia pun segera menelpon menantunya. Suami Ji-suk tipikal pria jujur yg tak bisa berbohong, dg menangis sesenggukan ia menceritakan kondisi Ji-suk.
Akhirnya Ji-suk meninggal. Bagaimana perasaan ibu? Tak bisa dibayangkan. Ia bagaikan tubuh tak bernyawa. Anak kesayangan yang begitu ia banggakan, yang merupakan hasil dari perjuangannya, yang merupakan alasan kenapa ia tetap bertahan dlm kerasnya hidup telah tiada. Rasa pedih nya melebihi ketika kematian suaminya….
 
How? Biasa saja kan?…
Film ini nyaris datar, konflik yang ada pun tak sanggup membuat letupan berarti… Apalagi bila kita melihatnya dari point Ibu maka akan terasa lebay sekali, tapi akan sangat berbeda bila ditonton dengan fokus tokoh anak, film ini akan dalem banget. Apalagi untuk teman-teman yang mungkin punya kisah hidup mirip Ji-Suk. Ia pasti paham banget apa yg di alami Ji-suk beserta alasan-alasannya. 
Film ini cocok sekali ditonton sebagai renungan khususnya dengan posisi sebagai anak, Seorang Ji-Suk yang berusaha keras berdamai dengan keadaannya, hingga pada akhirnya setelah ia mampu menerima takdirnya dan sempat berbahagia, ia pun harus menerima takdir lain tentang usianya, yang membuatnya melakukan apa yg ia bisa untuk memberikan perpisahan yg indah pada pahlawan dalam hidupnya, yaitu ibunya.

Dari film ini kita bisa bersyukur punya keluarga yang harmonis, orang tua berpendidikan dengan sikap normal, ekonomi keluarga ga buruk (meski ga berlebihan), bisa sekolah/kuliah tanpa bersusah payah menanggung biaya hidup, yang paling penting bisa berkumpul dengan keluarga setiap hari tanpa menanggung rasa perih.

Karena begitu banyak anak-anak korban ketidakharmonisan keluarga, mereka berjuang keras mencari kebahagiaan sendiri demi berdamai dg lingkungan… mereka belajar dan bekerja untuk merah mimpinya, mengganti semua canda-tawa dengan keseriusan. Dampaknya ada yang seperti Ji-Suk menjadi pemarah, ada yang skeptis dengan lingkungan, ada yang menjadi provokator (hobi memancing amarah org lain), dan ada yang super ceria menganggap semua bukan beban (proud to ‘my friend’ bertingkah seperti ini ditengah kepelikan keluarganya). Semua itu jauh lebih baik daripada menghancurkan diri dalam Depresi, Narkoba, dan pengaulan bebas.
Dan Side stories nya adalah…
Apapun kondisi keluargamu bersyukurlah…
Bisa jadi karena kondisi keluargamu yg seperti itu, kamu bisa menjadi manusia tegar, mandiri, berkarya seperti sekarang ini. Coba bayangkan jika kamu tidak dalam keluarga ini, tak ada jaminan dirimu jauh lebih baik dr sekarang.
Ketika sekitarmu gelap, maka jadilah cahaya…
Kenapa Cuma kamu yang diberikan sikap dan garis hidup berbeda dibanding keluargamu lainnya? Karena Tuhan ingin kamu jadi cahaya bagi keluargamu. Melalui peliknya hidup Dia ingin mengajarkan kebijaksanaan dan ketegaran padamu sehingga kamu mampu menjadi pelita keluargamu, itu artinya Tuhan sedang memuliakanmu, insyaa Allah. Meski kita berasal dari keluarga serba minim (kurang harta, ilmu, status, maupun keharmonisan), maka berbesar hatilah… berjuanglah… terimalah takdir ini, maafkan orang-orang sekitar… berdamailah dengan kondisi yg ada… buktikan kalau kita tidak kalah sukses dengan anak2 yang serba kecukupan. Buktikan bahwa segala kekerasan hidup itu membuat kita lebih bijaksana dibanding orang lainnya.
 
Sebodoh apapun orangtua kita, berbanggalah karena mereka yg bodoh itu berhasil mencetak kita yg cerdas ini…
Bila fokus menonton saya pada orang tua Ji-Suk terutama Ibu akan kita temui kebodohan demi kebodohan yang saya pun mungkin tak akan memaafkannya. Tapi bila mengingat latar belakang pendidikan dan lingkungan ortu maka kita yang notabene merasa lebih cerdas, harusnya bisa memahami dan memaklumi kebodohan2 itu. Justru akan sangat lucu bila ada anak yg telah dewasa tapi belum bisa memaklumi nya. Itu artinya segala keras nya hidup belum mampu mengubah dirinya jadi lebih baik, maka jangan salahkan keadaan buruk itu tidak pergi-pergi dari kehidupan kita. Ibarat kita sedang ujian, kita tidak kunjung lulus dengan bahan ujian yg sama berkali-kali, rugi sekali kan? 
 
Sayangi orang tua dari sekarang…
Bersyukurlah bagi yang kedua orangtua nya masih hidup ia masih bisa membalas budi baik mereka (meski tak akan pernah terbalas). Bagi yang ortu nya sudah tak ada dan beragama islam, berbahagialah karena doa anak soleh/a tidak terputus untuk ortunya. Begitu banyak kebodohan/kenakalan kita dimasa lampau yg membuat orang tua kita menanggung dosanya. Begitu banyak juga (mungkin) jalan kotor (berdosa) yang diambil orang tua kita untuk mebesarkan kita (bisa karena terpaksa atau ketidaktahuan mereka). Maka sudah sepatutnya kita memohonkan ampunan untuk beliau. Bila seluruh harta kita tak mampu membeli masa lalu, biarlah doa-doa penuh harap kita yang menggapai langit memohon ampunan-Nya. Maka yang sekarang masih terlena, terbuai dg masa muda… coba lihat wajah tidur orang tua kita, bayangkan itu adalah wajah kematian mereka.. lalu fikiran apa yg ada pada diri kita? Bila kekayaan dan kesuksesan kita sudah tidak bisa lagi membahagiakan mereka, maka selamatkan mereka dengan doa-doa sebagai anak yg soleh/a, jadilah penyelamat mereka dari siksa neraka yang mungkin saja kitalah penyebabnya.

Yah, itulah sedikit review dari saya, semoga menambah refernsi list tontonan, mohon maaf saya hanya fokus pada pesan moral. Untuk akting jangan diragukan baik Ji-suk maupun ibunya berakting sangat bagus. Untuk music, setting, dan lain-lain bagi saya tidak terlalu memusingkannya… selama karakter tergambar jelas dan antusias dengan alur cerita, semua terasa mengikuti…
Terimakasih telah membaca, jangan lupa tinggalkan komentarnya…
See U next post…
Di tulis oleh Saa
Detail dan gambar diambil dari Asianwiki
DO NOT REPOST TO OTHER SITE!!!

9 pemikiran pada “[Review K-Movie] My Mom / A Long Visit ~ Cerita si Anak gadis mama

  1. Hai, salam kenal author Saa.. Saya reader baru dsni…
    Baru baca review'y, tapi udh sukses bkin saya banjir air mata *lebay*
    kayak'y ni film wajib ditonton.
    Film ini memang menggambarkan realita keluarga jaman sekarang, mungkin bagi sebagian besar org juga sedang merasakan'y (mungkin trmsuk saya juga)… *maap curcol*
    good job, author. Semangat bt bkin review film/drama slanjut'y. Hwaiting!!!

    Suka

  2. Susan: sedia teh manisndan cemilan aja deh biar ga laper, biasanya habis nangis kan laper 🙂

    Anonim: haii, salam kenal juga, ayoo di tonton, semangat ya, setiap keadaan ada hikmah nya…

    Suka

  3. ini kan pernah disadur dicerita TVM RCTI lupa judulx apa pemainx citra kirana sbg anak, yg jd robby di TBNH as suami rumana, ceritax mirip bener ga buang. intinya sih emang bener kadang sebagai anak kita suka rada malu ngelihat penampilan Ortu yg norak kadang buat malu si anak,tp walau bagaimana pun kita ga bisa membenci kebodohan Ortu kita krn tidak sesuai dgn apa yg kita inginkan. cause kita bisa sekolah jadi sarjana itu semua berkat usaha dan doa ortu yg tulus demi keberhasilan anak2x. that why, i love my parent no matter what they doing, love, joy, sad, angry, hate and more emotion that we've been through i always keep in mind as memory that we can share in another day

    Suka

  4. saya pernah nonton film ini sama teman teman semuanya pada nangis, padahal yang nonton laki laki semua, salah satu film yang menunjukkan betapa sayangnya seorang ibu kepada anaknya,

    Suka

  5. mau nonton di youtube tpi suah di cari.
    sedi banget ceritanya ampe biasanya aku nonton film jarang nangis onton film ini nangisnya kejer bangettttt.sedih dehhhh
    aku baru memahami perasaan ibu ketika kita marah,cemberut,ataupun mengatakan bahwa ia memalukan kita.

    Suka

  6. Ping balik: Resensi Film A Long Visit (My Mom) | tulisan pendidikan

Tinggalkan komentar